Mengintip di Balik Tekanan Old Trafford: Amorim Akui Media Portugal Lebih Kejam, Hidup di MU Jauh Lebih Nyaman
Liga Inggris

Mengintip di Balik Tekanan Old Trafford: Amorim Akui Media Portugal Lebih Kejam, Hidup di MU Jauh Lebih Nyaman

MANCHESTER – Awal musim 2025/2026 terasa getir bagi Manchester United. Setelah menelan tiga kekalahan dari enam laga awal Liga Inggris, Setan Merah terdampar di papan tengah, dengan kekalahan memalukan terakhir dari Brentford memicu gelombang tekanan baru yang mengarah langsung ke pelatih, Ruben Amorim.

Baca Juga : Harga Diri Bangsa Dipertaruhkan: PSSI Targetkan Timnas Indonesia Sapu Bersih 6 Poin di Kualifikasi Piala Dunia 2026

Dengan ekspektasi tinggi yang selalu mengelilingi Old Trafford, posisi Amorim kini menjadi sorotan tajam. Kritik deras mengalir dari media dan pendukung yang kecewa terhadap performa tim yang inkonsisten. Namun, menariknya, pelatih asal Portugal itu justru bersikap santai, bahkan membandingkan tekanan di Inggris jauh lebih ringan daripada yang pernah ia rasakan di negara asalnya.

Fokus Kerja, Bukan Komentar Media


Menghadapi duel krusial melawan Sunderland akhir pekan ini—sebuah laga yang bisa menjadi penentu meredam kritik—Amorim menegaskan bahwa prioritasnya hanya terletak pada pekerjaan teknis di lapangan, bukan kegaduhan di luar.

Amorim mengakui ia sengaja mengisolasi dirinya dari hiruk pikuk media dan komentar publik. Baginya, menghabiskan waktu untuk membaca kritik di surat kabar atau menyimak opini di media sosial adalah hal yang tidak produktif dan mengganggu fokus.

“Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa membaca segalanya dan mendengarkan segalanya. Saya mencoba menonton semua pertandingan karena saya tahu saya menonton pertandingan lebih sering daripada semua orang itu secara keseluruhan,” seru Amorim kepada Sky Sports.

Ia menegaskan bahwa metodenya adalah menganalisis rekaman pertandingan secara detail untuk mencari perbaikan objektif, sebuah proses yang menurutnya mustahil dilakukan jika ia terus-menerus terpengaruh oleh suara-suara eksternal.

“Saya menjalani pekerjaan saya seperti itu. Mustahil untuk bertahan dalam pekerjaan ini dengan mendengarkan semua hal,” tegas Amorim, menekankan pentingnya ketahanan mental dalam menghadapi salah satu pekerjaan paling menuntut di dunia sepak bola.

Lisbon Jauh Lebih Kejam daripada Manchester


Bagian paling menarik dari respons Amorim adalah pengakuannya bahwa tekanan yang ia rasakan di Inggris, meski besar, jauh lebih nyaman dibandingkan pengalamannya saat melatih di Portugal.

Selama menangani Sporting Lisbon, Amorim terbiasa menghadapi media Portugal yang dikenal sangat intens, kritis, dan seringkali bersifat personal. Di Portugal, setiap hasil buruk akan diikuti dengan analisis yang sangat mendalam dan kritis terhadap seluruh aspek manajemen, bahkan hingga ke kehidupan pribadi.

Kontras dengan Inggris, di mana fokus kritik lebih sering tertuju pada hasil dan taktik tim. Perbedaan atmosfer ini membuat Amorim merasa lebih bisa bernapas di Manchester, memungkinkan dia untuk berkonsentrasi penuh pada perbaikan tim tanpa noise berlebihan.

Pengakuan ini memberi perspektif baru: meskipun United berada dalam krisis mini, Amorim tidak merasa tertekan secara eksistensial oleh media Inggris. Bagi Amorim, kritik media adalah konsekuensi pekerjaan, dan yang terpenting adalah hasil di lapangan. Laga melawan Sunderland menjadi ujian krusial apakah filosofi blocking out the noise ini benar-benar akan berbuah manis bagi Manchester United.